Jumat, 04 April 2014

X-Poems: Puisi-puisi Rico Widiarno, Jumat 4 April 2014



Ijinkan Aku Untuk Lupa


Aku tidak tahu
apakah hatimu itu terbuat dari batu
hingga mengeras dan tiada belas
tak sedikitpun celah untuk mengalah

bila bahagia itu cinta
mengapa begitu banyak kata serapah
cerminan dari amarah
atas kata cinta yang konon katanya indah

mungkin bahagia itu cuma senyuman
wajah sumringah yang menutupi sebuah kesakitan
dari keluhan-keluhan panjang
tentang sesuatu yang telah lelah untuk di perjuangkan

ijinkan aku untuk lupa
atas besarnya cinta kepada manusia
tetapi bukan kepada Tuhan Sang pemberi Cinta
ijinkan aku untuk lupa
atas dasar ego sebuah hati..
yang terkadang tak tau diri


BUNGA KERTAS

Siapa wajah indah itu ?
 tanya sang waktu kepada bisu.
ahh, itu hanya wanita
makhluk rupawan yang selalu jadi idaman

tapi mengapa tawanya sungguh palsu
bagai bunga kertas yang tak pernah layu
memang indah.. tapi tak bermakna
dan kecantikannya hanya ada diwajah

siapa dia ?
dia masih wanita...
hanya saja bagai bunga yang sia-sia
yang selalu berseru dunia hanya sebongkah nafsu
dan Tuhan hanya perhiasan dan semu
yang terlalu indah untuk menjadi seonggok sampah
lalu menjadi debu

"Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah Wanita yang soleha" (HR.Muslim)


POSITIVE

hidup memang kadang tak indah
mengapa tak membuatnya menjadi lebih mudah
maaf bila aku tak sempurna
karena beginilah aku adanya

jangan menyalahkan cinta
karena manusialah yang membuatnya tercela
jangan menyalahkan takdir
karena jalan cerita telah terukir

kali ini sayap-sayapku telah patah
dan aku terjatuh di lembah antah berantah
terseok-seok dengan luka yang menganga
dan malam tak sedikitpun memberikan cahayanya..

Terima kasih karena pernah memberikan cahayamu
walau hanya setitik tapi aku bahagia menyambutmu
walaupun engkau memberiku kegelapan itu lagi
tapi setidaknya cahayamu mampu menghangatkan hatiku
walau hanya sebentar sungguh aku bahagia..

aku mungkin jauh dari sempurna...
tapi apakah aku tak berhak untuk bahagia..
apakah aku tak berhak untuk memiliki sesuatu yang indah
apakah aku tak berhak mengejar semua yang tertunda...

bila ini memang jalanku aku akan terima
mungkin semua harus berlalu
dan akan ku kubur sedalam yang aku mampu
karena ku yakin semua akan indah pada waktunya

terima kasih untuk semuanya..
dan biarkan hujan ini menghiburku
dan rintik-rintiknya seakan sebuah lagu yang syahdu
menemaniku melewati waktu..

karena esok masih menungguku
dan aku akan berjalan perlahan membelakangimu
karena mentari pagi akan menyambutku
dan aku akan berkata " Selamat datang hari-hari baru


“terima kasih "jikustik" karena menemaniku menulis puisi ini "menemaniku menulis lagi"


Rico Widiarno lahir di Tapanuli Selatan 20 maret 1986. Lulus D3 STMIK-Amik Riau tahun 2010. Seorang yang ramah, karena senyum itu ibadah, pribadi yg sederhana, karena memang apa adanya. Berkebun puisi di blog pribadinya sejak bertahun lalu. Pernah tunak di Communty Pena Terbang Session 3.

Jumat, 28 Maret 2014

X-Poems: Puisi-puisi Delvi Adri, Jumat 28 Maret 2014

http://alixbumiartyou.blogspot.com

Secangkir Kopi

Aku selalu membayangkan kau tersenyum di hadapanku
Lalu berpikir, jika aku menjelma sebagai Tengu
dan kita dapat menikmati hening kota yang pulas

Namun waktu terasa cepat, sayang
kadang-kadang seperti berhenti dan nyaris tak ku dengar denyutnya 
Seperti Bhopal Disaster hentikan dengus nafas perempuan dan
bocah-bocah di negeri Gandhi
sementara, kau asyik berdansa di otakku

Menghirup secangkir kopi malam itu aku melihat sepasang kekasih,
tepat dimana kau dan aku, dulu
Oh, lagi-lagi kau tersenyum sayang dalam hening kota yang pulas,
pada secangkir kopi malam itu

Pekanbaru, Des 2013


Tak Ada Judul

Ada suatu masa, dimana kita mulai lelah, sayang.
Ketika terucap kalimat yang sebenarnya tak kita sukai, aku pun kau. 
Namun,
kita masih bisa saling memahami, menguatkan lalu kita pun lupa.
Ya, kita paham. Lalu untuk apa kau pertanyakan, lagi?
Bukankah pada penghujung hari, 
pada perjamuan di ujung tahun kita sudah benar-benar lupakan?
Seperti yang selalu aku kiaskan, pada percikan air saat hujan.
Ada riak, lalu tenang tak berbekas.

Desember, 2013


Tak Ada Judul (2)

Kita tak pernah tau, sayang
Tentang akhir perjalanan,
saat kita susun beberapa waktu yang lalu
Kita coba merumuskan, dan hanya bisa menerka.
Barangkali masih ada dalam memorimu
Pada pertengahan jalan, langkah kita mulai goyah
Dan kita, nyaris melepas pegangan

Ada hal yang selalu menguatkan kita
Dan kau masih ingat bukan?
Saat awal perjamuan kita, aku selalu bercerita
Ya, tentang sepasang Ceno di hadapan Andiko.

Desember, 2013


Yo Te Amo

sulit membedakan,
antara kebodohan dan ketulusan di sini,
pada sebuah cinta yang cacat

Pekanbaru, Desember 2013



Delvi Adri, Kelahiran 13 Oktober 1987. Alumnus prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UIR. Puisi-puisinya dimuat di laman Riau Pos, Metro Riau, Medan Bisnis, Majalah Sagang, dll. Aktif mengajar di COMPETER Session 1. Bekerja sebagai wartawan di media cetak. Bermastautin di Pekanbaru. 081378982223

 

Jumat, 21 Maret 2014

X-Poems: Puisi-puisi Maulidan Rahman Siregar, Jumat 21 Maret 2014



Lelaki Pecemburu

"Bu, bolehkah aku cemburu pada rembulan terang
yang sedang digelut bintang,
dijamah cahayanya satu per satu hingga ia redup?"

"Bu, bolehkah aku cemburu pada setangkai kelopak bunga
nan harum semerbak, yang membujuk kumbang-kumbang
genit untuk datang hinggap, hingga ia layu?"

"Bu, bolehkah aku cemburu pada titik awal
                                                      hujan di awal kemarau?"
"jangan, Nak!" kata Ibu

01/03/2014


Pulang

Bu, kami pulang dari bulan
nyatanya selama ini kami salah
jauh-jauh memanjat langit; dari Bumi
yang kami semai hanya resah 
iya, Bu. kami mengaku salah
nyatanya, terang itu ada padamu, Bu.
kami temui di harimu yang kau anggap tanggal merah

17/02/2014


Pulang II

aku merantau ke Jawa
biar kau senang, biar kau bahagia
nanti, ku bawa banyak uang

nyatanya, tidak.
pagi petang ku dililit hutang.
ya, Ibu Kota tak pernah seteduh kau, Bu.
esok, aku pulang.

17/02/2014


Salam dari Bumi

selamat pagi dunia
titip salam sama akhirat, ya.
salam rindu buat Jibril hingga Malik
"selamat menunaikan tugas"

dan spesial buat Raqib Atid
"catatlah pahala kami, satu persatu hari ini, dosanya jangan"
"nanti kami taubat, Tuhan pasti ampuni"

Padang, 2/2/2014
                                     
Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang, 3 Februari 1991. Menulis sejak bergabung di UKM Teater Imam Bonjol Padang.  Anggota FAM wilayah Sumatera Barat. Puisinya pernah dimuat di http://theoneredaxi.com/berita-kepada-penyair.html HP: 08990854468
 
Template Design By:
SkinCorner