Rabu, 28 Maret 2012

Shirah: Cerpen Askar Malindo


SEGENGAM CINTA ARLANDO BUAT NABILA DI KUDUS
Oleh: ASKAR MARLINDO
Jam tiga malam, Arlando menginjakkaan kaki di desanya. Suara binatang-binatang malam menyambut kedatangannya bersama suara dari masjid dan musholla desa yang sudah memutar rekaman lantunan ayat Quran Syekh Sudais untuk membangunkan warga kampung yang masih tertidur pulas.
Arlando meletakkan tas besar dan kardusnya sembari menghirup nafas panjang. Matanya terpejam, merasakan udara pagi yang menyegarkan pikiran. Dia menggerak-gerakkan badannya. Melemaskan otot-ototnya yang kaku setelah berjam-jam berada dalam bus.
Meski baru dua bulan, aku sudah merindukan desa ini. Sudah lama tak menghirup udara sesegar ini.
Dia menenteng tas, berjalan ke rumahnya.
“Tok..tok...tok... Assalamu alaikum, Mak. Arlando pulang,” tak ada yang menjawab. Diulanginya lagi. “Arlando pulang, Mak,”
Terdengar suara sandal terseok mendekati pintu rumah. Klek. Pintu terbuka. Arlando meraih tangan Emak dan diciumnya.
Emak tersenyum sambil memegangi bahu Arlando yang lebih tinggi darinya. “Kok tambah kurus, Nak?”
“Inggih, Mak. Bapak kemana?” baru saja Arlando bertanya, bapak sudah muncul. Disambutnya tangan bapaknya lalu dicium tangannya. Mengembang senyum di bibir bapak.
“Berangkat jam berapa dari Yogya?” tanya bapaknya
“Jam delapan, Pak.”
“Bagaimana kuliahmu?”
“Alhamdulillah semester depan wisuda, Pak.”
Arlando menaruh barang-barangnya ke dalam kamar. Bapak dan emaknya kembali tidur ke dalam kamar.
“Istirahat dulu, Nak!” perintah bapak. Arlando mengabaikannya. Dia kembali ke ruang tamu, meng-charge ponsel. Beberapa saat kemudian dia menelpon Nabila, sahabat karibnya.
“Assalamu alaikum. Hallo, Nabila Aku sudah di rumah.” Cerocos Arlando tak peduli Nabila sudah bangun atau belum.
“Uhm....” dari seberang suara Nabila masih serak. Dia mengambil kaca mata di meja belajar. Matanya nampak indah meski masih merah. Terpampang nama Arlando di layar ponsel. Seketika rasa kantuknya hilang.
“Sudah sampai rumah?” Nabila  semangat.
“Sudah,” hati Nabila bergetar tak karuan. Sebentar lagi dia bisa bertemu sahabatnya. Mereka berbicara kesana kemari layaknya sahabat yang telah lama tak berjumpa.
“Besok kita ke Glagah yuk. Ke rumah Hani.” Ajak Nabila
“Baru saja pulang bila. Kau sudah ajak aku ke Glagah.”
“Aku kangen Hani.”
“Kangen Hani atau aku?” goda Arlando
“Hehehe.” Nabila hanya tertawa. Mereka ngobrol lewat telpon hingga birunya langit subuh menjadi cerah.
***
Arlando dan Nabila berjanji bertemu di salah satu ATM di pasar Babat Kudus.Hari ini mereka akan pergi ke rumah Hani. Bapak dan emak memaklumi kepergian Arlando meski meski baru beberapa jam berada di rumah. Arlando sudah dewasa. “Remaja yang semakin dewasa tak akan betah berlama-lama di rumah.” begitu kata bapak beberapa waktu lalu.
Arlando datang lebih dahulu. Dia menunggu di dalam ATM sambil menikmati dinginnya AC ATM. Aktifitas pasar Babat sudah rame. Nabila datang naik becak dengan mata berbinar-binar menatap Arlando yang telah menyambutnya dengan senyuman.
“Kok lama?” tanya Arlando
“Nanti saja kuceritakan di dalam bus.” Meski tanpa janji kedua pemuda itu nampak serasi dengan pakainnya yang dikenakan. Arlando dengan baju biru tua dan Nabila memakai baju dan jilbab biru muda. Selisih tinggi badan juga tak terlalu mencolok. Sayang mereka hanya sahabat. Tak ada yang berani mengungkapkan perasaan sebenarnya.
Mereka memasuki bus. Duduk berdua berdampingan mesra bak sepasang kekasih.
“Gimana tadi kok terlambat?” Arlando membuka pembicaraan.
“Tadi aku diantar ayah kesini. Katanya dia mau nungguin aku sampai dapat bus. Aku kan nggak mau kalau nanti ketahuan keluar sama kamu.”
“Lalu?” tanya Arlando.
“Aku pura-pura minta diantarkan ke rumah Efia.” Nabila mengambil dua cocolatos dari tasnya. Untuk dinikmati berdua.
“Terus ayah kemana?”
“Pulang lagi ke Payaman,”
Bus melaju kencang menuju ke arah Kudus. Di dalam bis mereka becanda. Sambil makan cocolatos. Arlando mengambil ponsel.
“Coba dengar lagu ini,” Arlando menyodorkan heandset ke telinga Nabila
Bilakah dia tahu apa yang telah terjadi
Semenjak hari itu hati ini miliknya
Mungkinkah dia jatuh hati
Seperti apa yang kurasa
Mungkinkah dia jatuh cinta
Seperti apa yang kudamba
Bilakah dia mengerti apa yang telah terjadi
Hasratku tak tertahan tuk dapatkan dirinya
Mungkinkah dia jatuh hati
Seperti apa yang kurasa
Mungkinkah dia jatuh cinta
Seperti apa yang kudamba
Tuhan yakinkan dia tuk jatuh cinta
Hanya untukku
Andai dia tahu
Hati Nabila berbunga-bunga mendengar lagu itu. Arlando lah satu-satunya lelaki dapat duduk berdekatan dengannya. Wanita hanya diam dan menunggu. Tak mau dia memulai meski terkadang perasaan wanita lebih besar dari pada kesedihan seorang pria saat ditolak cintanya.
Arlando ingin mengungkapkan perasaannya pada Nabila dengan lagu itu. Tapi Nabila tak mau ke Ge-eran dulu, dianggapnya lagu itu hanya lagu untuk teman perjalanan.
Setengah jam mereka sampai di pertigaan. Disana mereka dijemput oleh Hani dan saudaranya dengan dua motor. Jalur pertigaan Deket-Glagah tak ada kendaraan umum. Sama dengan jalur Payaman-Plaosan. Harus naik kendaraan pribadi atau ojek yang ongkosnya mahal.
Di rumah Hani, Arlando dan Nabila lebih sering ngobrol berdua dari pada bicara dengan Hani. Untungnya Hani menyadari keadaan teman-temannya.
Kudus panas juga ya?” Nabila berbasa-basi. Merasa tak etis membiarkan sendiri tuan rumah tak diajak bicara malah ditinggal melepas rindu berdua.
“Ya beginilah. Kalau siang pasti panas. Sama dengan Bogor juga. Sebentar aku ke belakang dulu.”
“Hehehe,” Nabila tertawa dibuat-buat.
Hani datang membawa tahu campur makanan khas Lamongan. Sebelum masuk ruang tamu, dia mengintip kedua temannya. Nabila nampak cekikikan dan sesekali mencubit lengan Arlando. Arlando membalas cubitannya dengan gemas.
“Tambah sip saja.” Hani datang. Spontan Arlando menarik jarinya yang masih menempel di lengan Nabila
Hani datang membawa tiga piring tahu campur.
“Aku sudah kenyang. Nanti kalau makan lagi nggak habis.” kata Nabila
“Kita makan sepiring berdua saja,” ajak Arlando
“Oke.” mereka bertiga menikmati tahu campur bertiga. Cuaca cerah Glagah semakin siang semakin terasa panas. Keringat mulai keluar dari kening Arlando. Dengan penuh kasih sayang Nabila mengambil tisu dari tas kecilnya.
“Pedwasnya mwantap. Di Bogor susah cwari makwanan pwedas.” Arlando masih mengunyah tahu campur.
Nabila tersenyum melihat Arlando Bibirnya bertambah merah karena pedasnya tahu campur.
“Wajar,” kata Hani.
Selesai makan, adzan Dhuhur berkumandang. Arlando dan Nabila izin sholat dulu. Kedua sahabat itu sholat dhuhur berjamaah. Nabila membayangkan bagaimana seandainya Arlando benar-benar menjadi pasangan hidupnya. Tapi tak mungkin. Dia tak mau berharap terlalu tinggi. Dia bukan siapa-siapa. Arlando adalah cowok cerdas dan bermasa depan jelas. Sedang dia hanya gadis kampung yang tak mampu kuliah.
Arlando juga terbersit dalam hatinya mengandai jika Siska menjadi pasangan hidupnya. Kecantikan Nabila membuatnya minder. Tentu banyak pemuda Payaman yang sudah mapan dan tampan siap mempersuntingnya. Hanya bisa memendam perasaan yang tak terungkapkan. Dia juga tak mau persahabatannya rusak gara-gara cinta. Seperti pengalaman sebelumnya bersama Nindi, Ani dan Icha.
Seusai sholat Arlando dan Nabila berpamitan pulang.
Dalam bus, Nabila ngantuk dan tertidur di pundak Arlando. Arlando memandangi wajah ayu Nabila. Semakin lama memandang semakin hatinya merasakan besarnya perasaannya ada Nabila. Tak ingin momentum itu berlalu begitu saja. Inilah kali pertama dia merasa sangat nyaman berada di samping seorang gadis meski beberapa kali dia pernah jatuh cinta.
Mata Arlando memandangi tangan Nabila yang putih berada dalam pangkuannnya. Dia mencoba memeganginya. Sesaat dia melepaskannya. Lalu dia menatap Nabila yang asyik tertidur di pundaknya. Kembali hatinya dilanda perasaan yang indah. Tak ingin rasanya dia berpisah dari Nabila. Saat itu pula dia memegangi jari-jari Nabila yang lembut. Semakin lama menatap mata Nabila semakin erat pegangan Arlando
Siska tak terbangun hingga sampai di pasar Kudus. Mereka turun lalu ke musholla. Sholat Ashar dan istirahat di sana. Kembali perasaan berkecamuk saat mereka asyik berjamaah berdua. Betapa indahnya dapat berjamaah dengan kekasih. Namun lagi-lagi rasa mindernya membuatnya tak mau berharap untuk mendapatkan Nabila. Arlando tak mau persahabatannya hancur gara-gara cinta. Selesai sholat, Nabila tertidur lagi. Arlando duduk di teras Musholla membaca buku Dunia Shofie. Sebuah novel yang menceritakan kehidupan para filsuf.
Jam Lima sore Arlando masuk ke dalam musholla membangunkan Nabila.
Nabila....bangun. Sudah sore. Ayo pulang!” Nabila diam tak berekspresi. Wajahnya pucat.
“Bangun, Nabila!” Arlando menggoyang-goyangkan lengan Nabila. Tak ada ekspresi. Arlando mulai panik. Dipeganginya pergelangan tangan Nabila Masih berdenyut.
“Bangun Nabila Ayo pulang!” tak juga Nabila bangun. Arlando menatap dalam wajah Nabila yang pucat.
“Perutku sakit sekali.” suara Nabila terdengar berat.
“Ayo pulang,”
“Aku tak kuat bangun.” Dengan terpaksa dan susah payah Arlando mencoba mendudukkan Nabila. Matanya malah terpejam lagi.
Kembali Arlando dilanda kepanikan. Dia keluar. Mencari toko membeli air dan obat sakit perut. Setengah berlari dia mencari-cari toko. Semua sudah tutup karena sore. Wajahnya nampak sekali seperti orang kebingungan. Akhirnya dia menemukan toko. Dia beli air dan obat sakit perut. Tak tahu apa sebenarnya sakit yang melanda Siska.
Arlando berlari lagi ke musholla. Nabila masih terbaring.
Nabila. Bangun. Minum dulu!” Arlando memaksa Nabila bangun. Tapi tak bisa. Dia menelpon kakak Nabila
“Hallo, Mbak. Nabila pingsan,”
“Sorry, Arlando. Aku lagi ada acara di Lamongan,” telpon langsung ditutup.
Arlando tak punya cara lain kecuali memaksa Nabila bangun. Tak terasa sudut matanya dingin. Arlando duduk di samping Siska menunggu sampai sadar sambil berdoa.
Nabila tersadar, “Minum dulu, Nabila!”
Nabila menggeleng. “Sudah sore. Ayo pulang. Ini minum dulu.” hanya sedikit air yang masuk di mulutnya. Dia mencoba bangun. Tapi tak bisa. Tubuhnya terhuyung jatuh ke depan. Untung Arlando ada di depannya.
Arlando menidurkan Nabila. Dia keluar lagi mencari bantuan untuk mengantar Nabila sampai pangkalan angkot. Kembali dia haru berlari-lari menuju pangkalan angkot. Di sana masih ada empat angkot yang masing mangkal. Dia menghampiri sopir dan menjelaskan keadaan Nabila.
***
Jam tujuh malam Nabila tersadar. Izwan berada di ruang bersama ayah dan saudara-saudara Nabila
“Saya tak tahu kenapa Nabila dia pingsan. Saya kira tadi hanya tidur di Musholla,”
“Tadi belum makan?” tanya ayah Nabila.
“Sudah, Pak. Tadi siang makan tahu campur di Kudus.”
“Pedas?” tanya ayah lagi.
“Iya, Pak.”
“Itu dia nak Arlando Sakit maagnya kambuh kalau makan pedas. Ya sudah, nak Arlando Saya berterima kasih karena telah menolong Nabila. Malam ini nak Arlando tidur di sini saja,”
“Aku dipanggil nak Arlando?” gumam Arlando dalam hati. Dia senang luar biasa dipanggil ‘nak’ oleh ayah Nabila. Dia senyum-senyum sendiri.
Arlando pamitan pulang. Tapi ditahan oleh keluarga Nabila karena tak ada kendaraan malam untuk sampai ke desa Dukuan. Akhirnya Arlando terpaksa menginap disana.
Senin pagi yang cerah. Udara pagi di Kudus lebih segar dari Bogor Lokasinya di tengah sawah menjadikan udara masih steril jauh dari asap kendaraan. Arlando keluar halaman memandang pepohonan berembun yang rindang. Nabila datang menemaninya.
Arlando tahu langkah Nabila di belakangnya. Dia mengatur nafasnya untuk memperlancar bicara. Hatinya sudah tak bisa dibohongi lagi. Tak ingin dia berlama-lama terjun dalam kemunafikan cinta,
“Tak pernah ada pagi seindah ini dalam hidupku.” pandangan Arlando mendongak ke atas mengamati mangga yang ranum. Tak berani dia menatap mata Nabila
“Kenapa Arlando?” tanya Nabila
“Pohon yang indah, udara yang sejuk, rumah yang permai.”
“Hanya itu?” sela Nabila. Arlando mendekati pohon mangga membasahi tangannya dengan dedaunan yang berembun.
“Tidak.”
“Lalu?”
“Seorang sahabat yang lama kurindukan kini berada di dekatku bukan hanya dalam khayalanku.”
“Siapa dia?” Nabila memancing agar Arlando menyatakan cinta.
“Dia adalah seorang gadis yang sangat kusayangi dan kucintai. Sayang aku tak mau berpadu kasih dengannya.
Deg. Hati Nabila terasa ada yang memukul keras. Dia mendekati bunga-bunga untuk menghibur hatinya. Dia diam, memegangi bunga-bunga yang masih basah. Dia benar-benar kecewa. Matanya melirik ke arah Arlando yang masih asyik bercengkerama dengan daun-daun basah. Nabila memejamkan mata dan mengatur nafas. Dia mencoba mengatur suara hanya untuk bertanya, “Kenapa?”
Arlando menoleh ke arah Nabila. “Karena ini adalah saat yang tepat untuk melamarnya. Aku akan menikahinya.”
Deg. Kembali ada yang memukul hatinya. Nabila tak berani menatap Arlando dia menundukkan kepala memandangi ujung jari-jari kakinya. Dia mencoba bicara tapi berat. Tak ada satu pun kata-kata yang terucap dari mulutnya.
Arlando meletakkan tangannya ke dagu dan menolehkan wajah Nabila yang memerah merona. Arlando tersenyum, Nabila ikut tersenyum.
Arlando beranjak masuk ke rumah menemui ayah dan ibu Nabila yang masih sibuk menyiapkan sarapan. Arlando meminta dengan hormat kepada orang tua untuk sejenak ke ruang tamu karena ada sesuatu yang penting untuk disampaikannya.
Tanpa basa-basi Arlando lalu mengutarakan segala keinginannya untuk menikahi Nabila. Suasana menjadi tegang. Saat ayah bilang
“Tak bisa kuterima lamaranmu sebelum kuselesaikan kuliahmu.” Nabila hanya diam membisu. Sudut matanya basah namun tak terlihat karena tertutupi air mata.
“Semester depan saya sudah wisuda, Pak. Saya akan segera menyelesaikan kuliah.”
“Tapi ada satu syarat?”
“Apa itu, Pak?” tubuh Arlando bergetar menunggu syarat yang ditentukan ayah. Dia mencoba tetap tenang meski hatinya bergelora.
“Jangan sekali-kali menemui Nabila lagi sebelum kalian resmi menjadi suami-istri.” Arlando seperti kehilangan daya. Matanya memandangi Nabila. Sejenak dia merasa ragu jika selama enam bulan tak bertemu. Nabila melirik Arlando memberi tanda dengan matanya yang cantik agar Izwan segera bicara.
“Inggih, Pak. Saya terima syarat itu.” semua yang ada di rumah mengucap hamdalah hampir bersamaan.
Setelah lamarannya diterima dengan syarat Arlando dan Nabila pun menjalani persyaratannya. Mereka hanya berhubungan lewat telpon dan sms. Begitu indah cinta mereka berdua meski tak bertemu. Semua berlalu tanpa harus berjalan berdua, bergandeng tangan apalagi berciuman. Arlando dan Nabila menjaga cinta tanpa noda nafsu agar tak melanggar adat dan agama. Dan terasa sangat indah saat waktunya tiba.

CURRICULUM VITAE

NAME: ASKAR MARLINDO
BIRTHDATE: 30 JULY 1982
ADDRESS STREET :  JALAN KAPTEN MUSLIM GG BERSAMA KELURAHAN HELVETIA TIMUR KECAMATAN MEDAN HELVETIA KODE POS 20124
FACULTY: AGRICUTURE FACULTY OF NORTH SUMATERA UTARA
HP :085262794686
FB : ASKAR MARLINDO
WINNING EXPERIENCE                       : 1DUTA BAHASA SUMUT 2008
                                                                 2 JUARA 2 VOKAL SOLO IN PT KOMPAK INDOPOLA
                                                                 3 JUARA 3 PENULIS TERBAIK DEWAN RISET DAERAH SUMUT 2011
                                                                4 PENULIS KREATIF HUT PLN KE 65 TAHUN 2010
                                                               5 PENULIS KREATIF HUT TATA RUANG TAHUN 2010
                                                              6 JUARA 1 PENULIS TERBAIK HUT GMPI PPP SUMUT 2011
                                                               7 JUARA 1 TINGKAT NASIONAL PENULIS TERBAIK PUISI 2011
                  
ABILITY  : ENGLISH  AND BASIC MANDARIN

    




4Syair adalah Nyawa
5 GrupTaman Sastra
6 Forum Tinta Sahabat
7 Rumah Pena
8 Forum Sastra Bumi Pertiwi
9 Keroncong Eric Punya
10 Perkumpulan Calon Penulis
11 RSS TRAINING CENTER
12 Taman bacan AAN
KEAHLIAN : BAHASA INGGRIS DAN MANDARIN DASAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Template Design By:
SkinCorner