Jumat, 07 Maret 2014

X-Poem: Puisi-puisi R. Dianie Dasopang, Jumat 7 Maret 2014

http://ngikutonline.blogspot.com


Mengudara

Kita melompati batu kecil
Tak berani melihat batu besar.
Bersuara butuh perlahan-lahan.
Begitu indahkah alasan?
Lalu kita jadi  katak peninta batu.

Beriak mimpi menjelma oksigen dalam air yang ingin mengudara.
Meletup-letup hanya sebatas titik didih yang tak unjung teraba.
tak lepas, masih jua dikebat molekul air yang sesak menindih raga.
Kita bagai oksigen terlarut, seakan lewat jenuh.

Muasal kembali dipertanyakan. Terlempar dalam
onggok rahim kata dan tanda tanya. Batas nyata serta imaji
dikusut benang karma. Dan kita masih begini
Bermimpi mengudara.

Kim, 2011-2013


Ekuatif Burung Manusia

Reruntuh angin mengantar sulam pada batinnya malam itu. Katanya kebingungan menjepit kedua ubunnya. Dia menangis melihat kedua anak Cabai meliukliuk di ujung pandangnya, kepalanya merah. Amarah membenamnya lalu ditenggelamkannya kepala ke dalam genangan  darah semata menodai rambutnya. Usai usang membalut kepala, kornea terjaga melihat pagi buta dikuasai Mina bernyanyi. Padahal mendengar lagupun, Tiung tak pernah selesai sampai not piano terakhir. Tapi lagu Beo memekik hingga tercekik kerongkongannya. Lalu dibutakannya lagu dengan nada hitamnya. Melihat Merpati berkirim surat dengan kekasihnya, gusarnya meletup tiba ke runut dada merantai ke tepi sendi. Disumpalinya email, pesan singkat, hingga faksimili ke dalam suapan rahang istrinya. Kini Camar, Punai, Manyar, Balam, Perenjak, Murai hingga Cendrawasih menarinari dengan sayap senyap semata mengibas langit lewat pandangnya. Lagi dia hanya mampu berlari di udara dengan asapnya. Dengusnya tak henti hingga inginnya tenggelamkan dunia. Namanya. Lalu siapa yang ingin menjadi manusia ? Atau burung sebenarnya?


Berkali Lagi

Menggepul pagi dengan kepak terdepak.
Sudah berapa titah pantul dipipinya ?
Masih juga dipakainya sayap serupa.
Dicucinya, dibilasnya, dijemurnya, disetrikanya
Lalu dinodainya lagi dengan wewangian dunia.
Tapi dia tenggelam lagi di udara, dongeng tetangga
yang itu-itu saja.

2013


R Dianie Dasopang, dara kelahiran 5 Oktober 1992, Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Mahasiswi semester empat Kimia Fmipa Universitas Riau. Bermula menyukai menulis cerpen sejak SMP, pernah meraih juara I (Putri) Lomba Mengarang Tingkat Kabupaten Rokan Hulu Riau 2008, dan Juara I Lomba Penulisan Cerpen Peksimika Universitas Riau 2012. Membaca puisi sejak TK, pernah juara I Membaca Puisi saat TK di Padang Sidempuan. Puisi-puisinya dimuat di KOMPAS.com dan Metro Riau. Kini tertarik menulis puisi dan saat ini bergiat di Community Pena Terbang (COMPETER) Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Template Design By:
SkinCorner