KAU YANG BERLAWAT DI TEPI ALIR DARAHKU
Dalam genggam
yang aku bawa lewat sketsa rasa. Aku berdawai dalam gumpal dan kehangatan yang
tersisa di tepi langit-langit wajahmu. Kau bukan segala dalam alir darahku.
Namun kau aura indah yang ingin ku lawat dalam jelma undak berundak cipta
hangat kasihku.
Biarlah kita
beradu randu dalam candu di kujur asmara. Kau pun merekah dengan segala gontai
yang landai jelma tangkai rangkai asihmu di istina batinku.
Kau berlari
Kau diam
Tak dapat aku
tebak kujur nanar yang dulu kau sejarahkan dalam ceritaku di wujud alamat
hijaiyahku. Dan akupun seakan diam di telaga yang ku retakkan di hulu lalang
sembab asaku.
Dimanakah?
Pencarianku di
tapak langkah di sekian malam dan hari yang kau setubuhi dengan aroma melati
yang kau gantung di dasar pintu hatimu. Hatimu yang merundung alun jelma lentik
kalimatmu yang menyipta relief dan Nun
dalam rahasia pencipta.
Kini dapat ku
semat kata-kata, dalam rahasia dan cahaya yang
ku sulut dari keminyan darahku. Kau adalah sumbu terakhir yang akan
terus halalkan kesakralan cinta dalam tabiat yang te-restu.
Somber Sere, Sumenep. 10/08/11.
DALAM LABIRIN
YANG KAU SULAM SEBAGAI PELAMINAN
;laman cerita bersama putri berparas jilbab biru.
Diselasak sepiku
pada sepetak negeri disunting purnama, temui kau yang sedang bernyanyi di
padang rerumpun rumput liar yang tumbuh dalam alir darahku. Pesonamu, bacakan
sejumlah sajak dan kerinduan.
Kau lari dari petak itu.
Lalu kau
lambaikan kerut dahimu dan berhenti tuk menatap senja. Sedang aku hidup dalam
ayun do’aku melamar sulam tasbih di langit hatimu. Aku merengkuk disini,
alaskan diriku dalam kujur dan halu lirih ucap sendu takjubku dalam rintik air
matamu, kala itu.
Hari yang
selanjutnya:
Kau kembali
berkabar tanpa tahu waktu yang dapat kita terka, namun senja telah kau lamar
dalam istijabahnya, kembalikan hidup dari nanar yang sejak kemarin melarung
parau rengkuh angkuh di dasar kelam laman almanak kita.
Lalu kau
memintaku, menebang sekian pohon galau itu. Memahatnya dalam sejarah yang
bertapa di dasar pusara. Tak lagi hidup dalam akar yang beruzlah pada
pahat ukir bumi.
Kau mulai
melamarku, meminangku tuk cipta ribuan rasa dalam danau hati. Menyiptamu getar
pelaminan, dan ulurkan pandangan mata ini di pucuk alisku dan alismu yang
melengkung sabit.
Lalu kau
bernyanyi, dan kibarkan bendera kesucian bersama lirih rukukmu dalam rukukku.
Somber Sere, Sumenep.2011.
MATA KITA
ADALAH CINTA
Bila kau tak
disini, aku mulai mencarimu dengan mataku, yang mulai kau semedikan dari
lengkung alismu yang nanarkan liku albarot di tepi riak patri takbir
rayumu. Lawat batinku dalam teduh pohon dahagamu yang kau ceritakan di balik
sejarahmu. Dan inilah tangkai basah yang mulai kita cipta pena-pena.
Thawaf purnama
memuja baris alismu
Tadah runduk
langit eja sekian lirih, dan mulai tuliskan aksara-aksara padu rindu
Yang jelmakan
musyhaf seka damai ruang cinta pengantin kita
Somber Sere, Sumenep. 2011.
kereeeeeeeen puisinyaaaaaaa ak aja kalah komen back y
BalasHapusMari berkirim ke sini kawan, sangjuaradunia100@yahoo.com # kami tunggu ya :D
Hapus