Minggu, 19 Mei 2013

X-Poems: Puisi-puisi Jhody M. Adrowi, Senin 20 Mei 2013




KAU YANG BERLAWAT DI TEPI ALIR DARAHKU


Dalam genggam yang aku bawa lewat sketsa rasa. Aku berdawai dalam gumpal dan kehangatan yang tersisa di tepi langit-langit wajahmu. Kau bukan segala dalam alir darahku. Namun kau aura indah yang ingin ku lawat dalam jelma undak berundak cipta hangat kasihku.
Biarlah kita beradu randu dalam candu di kujur asmara. Kau pun merekah dengan segala gontai yang landai jelma tangkai rangkai asihmu di istina batinku.
Kau berlari
Kau diam
Tak dapat aku tebak kujur nanar yang dulu kau sejarahkan dalam ceritaku di wujud alamat hijaiyahku. Dan akupun seakan diam di telaga yang ku retakkan di hulu lalang sembab asaku.
Dimanakah?
Pencarianku di tapak langkah di sekian malam dan hari yang kau setubuhi dengan aroma melati yang kau gantung di dasar pintu hatimu. Hatimu yang merundung alun jelma lentik kalimatmu yang menyipta relief  dan Nun dalam rahasia pencipta.
Kini dapat ku semat kata-kata, dalam rahasia dan cahaya yang  ku sulut dari keminyan darahku. Kau adalah sumbu terakhir yang akan terus halalkan kesakralan cinta dalam tabiat yang te-restu.

Somber Sere, Sumenep. 10/08/11.



DALAM LABIRIN YANG KAU SULAM SEBAGAI PELAMINAN
;laman cerita bersama putri berparas jilbab biru.


Diselasak sepiku pada sepetak negeri disunting purnama, temui kau yang sedang bernyanyi di padang rerumpun rumput liar yang tumbuh dalam alir darahku. Pesonamu, bacakan sejumlah sajak dan kerinduan.
 Kau lari dari petak itu.
Lalu kau lambaikan kerut dahimu dan berhenti tuk menatap senja. Sedang aku hidup dalam ayun do’aku melamar sulam tasbih di langit hatimu. Aku merengkuk disini, alaskan diriku dalam kujur dan halu lirih ucap sendu takjubku dalam rintik air matamu, kala itu.
Hari yang selanjutnya:
Kau kembali berkabar tanpa tahu waktu yang dapat kita terka, namun senja telah kau lamar dalam istijabahnya, kembalikan hidup dari nanar yang sejak kemarin melarung parau rengkuh angkuh di dasar kelam laman almanak kita.
Lalu kau memintaku, menebang sekian pohon galau itu. Memahatnya dalam sejarah yang bertapa di dasar pusara. Tak lagi hidup dalam akar yang beruzlah pada pahat ukir bumi.
Kau mulai melamarku, meminangku tuk cipta ribuan rasa dalam danau hati. Menyiptamu getar pelaminan, dan ulurkan pandangan mata ini di pucuk alisku dan alismu yang melengkung sabit.
Lalu kau bernyanyi, dan kibarkan bendera kesucian bersama lirih rukukmu dalam rukukku.

Somber Sere, Sumenep.2011.



MATA KITA ADALAH CINTA


Bila kau tak disini, aku mulai mencarimu dengan mataku, yang mulai kau semedikan dari lengkung alismu yang nanarkan liku albarot di tepi riak patri takbir rayumu. Lawat batinku dalam teduh pohon dahagamu yang kau ceritakan di balik sejarahmu. Dan inilah tangkai basah yang mulai kita cipta pena-pena.
Thawaf purnama memuja baris alismu
Tadah runduk langit eja sekian lirih, dan mulai tuliskan aksara-aksara padu rindu
Yang jelmakan musyhaf seka damai ruang cinta pengantin kita

Somber Sere, Sumenep. 2011.

2 komentar:

  1. kereeeeeeeen puisinyaaaaaaa ak aja kalah komen back y

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mari berkirim ke sini kawan, sangjuaradunia100@yahoo.com # kami tunggu ya :D

      Hapus

 
Template Design By:
SkinCorner