Minggu, 01 April 2012

Shirah: Cerita Semi Fiksi by Avet Batang Parana


TEATER HATI
Karya : Avet Batang Parana
Kesadaran tak bertambah tebal. Waktu kian habis, namun belum jua kita sampai pada titik nalar yang benar. Waktu akan selalu mengapung dalam ruang hidup, meminta jawaban dan selalu mengajukan pertanyaan : peran apa yang harus kita mainkan?
Peranan dalam hidup harus kita tentukan. Kita tidak boleh membiarkan waktu berlalu begitu saja tanpa menyelesaikan apa yang kita mulai. Mari kita mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, mulai dari sekarang ….
*  
Pandanganku seakan melemah; nyaris membuat batinku tergoyah, sembari kugenggam erat lembaran kertas yang kuanggap bermakna yang dahulu pernah kuraih di bangku SLTA. Hari itu adalah kali kedua kata hati uwak[1] mencoba mengikis keteguhan anganku untuk menghapus mimpi yang tak mungkin kugapai. Aku bagai hidup antara ada dan tiada.
 “Hah! Kenapa tak kucoba raih kembali, Wak? Tidak sembarangan orang bisa mendapatkan kesempatan ini!” 
“Ternyata kau termakan bualan! Coba Kau gubah kata hatimu untuk mencapai impian! Kau malah kembali terpaku menjadi dirimu yang semula. Kita tak punya kemampuan apa-apa! Pandangan hidup takkan pernah memberi kita waktu untuk mengubah apa yang pernah terjadi!”
“Tapi, Wak!
“Sudahlah, lebih baik kau ikut uwak menggali warisan kekayaan alam kita! Mana tahu harapan itu ada di depan menanti untuk kau manfaatkan.”
“Tidak, Wak! Hidup bukan hanya menunggu, kaji[2] butuh perjuangan di jalan yang telah ditentukan.”
“Sudahlah, prinsip hidup kita memang tidak pernah sama.”
*
Cukup lama aku merenda hari, kujadikan seragam mimpi. Apalah arti mimpi-mimpi ini? Sia-sia tanpa aku yang selamanya sembunyi. Jalan hidupku masih panjang, terbentang hingga batas waktu yang belum terungkap. Kepergianku bukanlah kedurhakaanku, melainkan cinta yang kuseduh dengan cara yang berbeda. Aku hadir membawa mimpi kebahagiaan, namun kau ciptakan kekejaman sesaat yang menjadikan aku renta; rapuh; goyah dalam harapan mencapai hadirmu.
Hidup adalah sebuah pilihan. Hadapi atau hindari? Walaupun harus bercampur aroma bumbu penghianatan, namun aku akan tetap melangkah menyelusuri setapak keyakinan yang belum usang dimakan sang waktu. Aku takkan pernah menghindar dari kenyataan mimpi hidupku. Aku yakin karena keyakinanlah yang membuat aku ada diantara yang ada. Namun aku tidak akan pernah mengeluh dengan apa yang sudah aku dapat. Tujuan; meski di depan,  aku akan dirajam kegagalan ,,, [*]



[1] Ayah
[2] Saya

4 komentar:

 
Template Design By:
SkinCorner