Rabu, 23 Januari 2013

Ruang Belajar: Bongkar Karya Afifah



Ruang Belajar: Bukanlah tuang justifikasi sebuah karna berjenis kelamin puisi. Semata mengasah senjata kritik yang teramat tumpul dan berkarat di mulut Muhammad Asqalani eNeSTe. Untuk itu, izinkan saya berargumentasi, mengapresiasi puisi-puisi teman yang budiman. Seala kadarnya ^_^

"awas"
kit.. kit.. kit...
lama-lama menjadi bukit..
terus sakit..
sakit menggigit..
hati menjerit..
oh suliit...
mencapai bukit..
jatuh terhimpit..
ternyata...
ahhh... di cubittt...... !!

"pemilu"
pemilu
ngibul lagii.. ngibul lagii..
partai jualan janji..
setiap lima tahun sekali..
kerjaanya cuma begini..
ngibul lagi.. ngibul lagi..
eh, partai jualan janji..
yang penting dapat bnyak kursi..
tk ada lagi harga diri ..
berlomba-lomba utk korupsi..
wahai penguasa negeri..
senandung pemilu mu ini..
tk berguna sedikitpun utk kami.....

“Awas“ adalah puisi main-main yang mampu mengakali kita. Puisi yang semula mengiring kita ke dalam kata demi kata yang mengait rasa ingin tahu. Eh, ternyata dicubit. Puisi memang adakala tidak perlu dianggap filsafat tempat mengerut-lipatkan dahi.
Dan “Pemilu” kurasa Andai penguasa yang tidak tahu diri akan cuek-cuek sobek. Karena bagaimana pun munafiknya, manusia tetaplah menyimpan hati. Meski tak jarang kita menganggap bahwa sekian penguasa di negeri ini mengalami gagal hati. Puisi yang terang. Membimbing kita ke arah perenungan yang menohok.
            Kedua puisi ini berhasil menyampaikan amanat. Terang dan menerangkan. Tapi barangkali afifah mesti paham dari mana asalnya titik-titik yang tidak penting ini. berikut huruf-huruf yang disingkat, yang sedikit banyak merusak etika penulisan. Salam perbaikan untuk Afifah. Kamu Berbakat ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Template Design By:
SkinCorner