Selepas Senja
aku menunggu senja berlalu
di tepian pantai rindu
menyusuri jejak-jejak cinta
sambil kurangkul kenangan bersamamu
burung camar terbang lepas
memekak riang menembus awan
bergemuruh membelah langit biru
bersenandung kidung rindu
aku menunggu senja berlalu
di tepian pantai rindu
menyusuri jejak-jejak cinta
sambil kurangkul kenangan bersamamu
burung camar terbang lepas
memekak riang menembus awan
bergemuruh membelah langit biru
bersenandung kidung rindu
aku hanya bisa diam dan diam
lidah kelu bibirku beku
tanpa bisa berucap
saat senja meninggalkanku
selepas senja ini
kuingin kau di sini
menemaniku menikmati semilir angin
merenda kasih menembus mimpi
namun sampai malam menjelang
engkau tak pernah datang
hanya terdengar alunan tembang
merdu merayu lalu perlahan hilang
lidah kelu bibirku beku
tanpa bisa berucap
saat senja meninggalkanku
selepas senja ini
kuingin kau di sini
menemaniku menikmati semilir angin
merenda kasih menembus mimpi
namun sampai malam menjelang
engkau tak pernah datang
hanya terdengar alunan tembang
merdu merayu lalu perlahan hilang
Catatanku
kakiku melangkah
hatiku mengucap "Bismillah"
atas restu langit bumi
kidung-kidung doa ibu turut mengiringi
kepergiaanku ke luar negeri
telah kugadai masa depanku
kukobarkan semangat hingga menyala merah
hingga menjalar lekuk nadiku
kan kuikat semua bentuk kemiskinan
kubungkus dengan doa dan harapan
dan kugantungkan di langit malam
semoga nasib kan menjamahnya
hingga kebahagiaan merekah
inilah catatanku sebagai BMI
mengais ceceran mimpi di luar negeri
karena di negeri sendiri
kakiku melangkah
hatiku mengucap "Bismillah"
atas restu langit bumi
kidung-kidung doa ibu turut mengiringi
kepergiaanku ke luar negeri
telah kugadai masa depanku
kukobarkan semangat hingga menyala merah
hingga menjalar lekuk nadiku
kan kuikat semua bentuk kemiskinan
kubungkus dengan doa dan harapan
dan kugantungkan di langit malam
semoga nasib kan menjamahnya
hingga kebahagiaan merekah
inilah catatanku sebagai BMI
mengais ceceran mimpi di luar negeri
karena di negeri sendiri
mimpiku tak mungkin akan terbeli
Gerimis Pagi ini
bilah-bilah gerimis
luruh sepanjang bumi teritis
ini bukan karena tangisan
bilah-bilah gerimis
luruh sepanjang bumi teritis
ini bukan karena tangisan
bukan!
langit sedikit mendung
seperti wajahku pagi ini
sepuluh tahun lalu
sebelum hari ini
aku menikmati
aku masih dengan riang mengayuh sepeda keranjang itu
basah!
seragam putih abu-abuku
terguyur hujan
dan, aku senang
ah, gerimis pagi ini mengantarku
ke masa lalu
; hilang
langit sedikit mendung
seperti wajahku pagi ini
sepuluh tahun lalu
sebelum hari ini
aku menikmati
aku masih dengan riang mengayuh sepeda keranjang itu
basah!
seragam putih abu-abuku
terguyur hujan
dan, aku senang
ah, gerimis pagi ini mengantarku
ke masa lalu
; hilang
Kan Kutunggu
salju masih enggan mencair
berbulir rindu dibias perdu
nyata namun selaksa fatamorgana
kau manjakan diriku dengan sentuhan kalbu
sungguh ku tak mampu mengelak
juga tak mampu menegak telaga cintamu
izinkan kukecupi bayanganmu
salju masih enggan mencair
berbulir rindu dibias perdu
nyata namun selaksa fatamorgana
kau manjakan diriku dengan sentuhan kalbu
sungguh ku tak mampu mengelak
juga tak mampu menegak telaga cintamu
izinkan kukecupi bayanganmu
kudekap hangat dalam lelapku
sebab ku yakin
mimpi adalah nyata yang tertunda
meski bukan di masa kini
kan kutunggu di reinkarnasi berikutnya
sebab ku yakin
mimpi adalah nyata yang tertunda
meski bukan di masa kini
kan kutunggu di reinkarnasi berikutnya
Jalan Rindu
aku menantimu di bawah suram pendar rembulan
menyaksikan laskar bayu mengusir jelaga langit
seiring serenada gerimis senja yang masih membirama
dan diantara desah nafas-nafas letihku
bergumul dengan lelah kerinduan
yang hampir membunuh kesabaranku
juga bilangan hari yang kuhitung satu per satu
kiranya kan tiba waktuku kembali nanti
pada buaian malam yang mendongengiku kemesraan
dan siang kita akan saling tertawa dalam kebersamaan
kita, aku dan kamu
aku menantimu di bawah suram pendar rembulan
menyaksikan laskar bayu mengusir jelaga langit
seiring serenada gerimis senja yang masih membirama
dan diantara desah nafas-nafas letihku
bergumul dengan lelah kerinduan
yang hampir membunuh kesabaranku
juga bilangan hari yang kuhitung satu per satu
kiranya kan tiba waktuku kembali nanti
pada buaian malam yang mendongengiku kemesraan
dan siang kita akan saling tertawa dalam kebersamaan
kita, aku dan kamu
Anna Lulus adalah nama pena dari Septi Lusiana Prastiwi, lahir di Purbalingga, 28 September. Pengagum Andrea Hirata, Asma Nadia, HTR dan Sanie B. Kuncoro sekarang menetap di Hsin Chu, kota kecil di Taiwan Utara. Karya-karyanya sering dimuat di beberapa media Taiwan berbahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar