HomPimPaa
(Balada sang Bocah)
Seikat permainan teka-teki tangan
Masa kecil berteman dekil
Sampai nanti, berganti masa cinta memanggil
Merekalah, bocah yang melintang antara pagi dan petang
Menyemut madu bagai laron-laron yang beterbangan
--HomPimPaa,,,,
Terekam di pucuk mata yang kini rabun meraba
Masa kecil berlarian
Berputar-putar dalam otak aus
Bagai gasing waktu di mainkan
Singgah berlalu,
Membaca kenangan di ranting-ranting yang telah kering
--HomPimPaa,,,,
Masih terus memanggil-manggil diri
Berputar dan berganti
Pada masa bersarung lugu
Mengadu alif di langit guru nun tinggi
--HomPimPaa
Keramat jum’at menjadi tamat
Bila ayat-ayat suci telah habis dilumat
Bersama gema suara yang sering lelap sesaat
Bila pagi datanglah bertandang
Bocah-bocah menembang ayat suci
Melafad dzikir dalam harfiah kata
Embun kembali mengikat, HomPimPaa!
Dalam deretan kabut yang mulai memanjang
Sang bocah menjarah madu ilmu
Di kelas bobrok berbangku reot
Lorong-lorong panjang masih membentang
HomPimPaa,,,
Marilah dimainkan!
Sampai sang bocah membalik masa depan
Dalam riang tawanya memecah langit malam
Melahirkan purnama dari rahim gelap yang pengap
Sampai kematian memisahkannya di ujung fajar
Dunia Kecil, 09 Mei 2012
Metafor Alam Yang Karam
Jauh di seberang, terbentang sungai-sungai panjang
Tapi keruh, bau busuk menjadi jalang
Sampah-sampah berkeliaran
Berkelindan di sarang alam yang kelam
Di sini, bukit-bukit bahkan diam
Danau kering kerontang
Sawah dan ladang membentang luas tapi gersang
Gunung terus menjulang tinggi
Meninggalkan pohon-pohon berdaun kering
Lalu gugur, mati di telan noktah-noktah angkuh penghuninya
Laut luas membalut
Menerjemah debur ombak dan arus yang kini tirus
Ikan-ikan yang dulu berkeliaran kini hilang di telan bayang-bayang
Tak ada lagi panen nelayan di rimba sampan
Alam kita, kini karam
Disapu ombak ke dasar laut yang dalam
Hanya tinggal hikayat dan dongeng untuk warisan anak cucu tersayang
Di mana kau tanam cinta untuk alam?
Yogyakarta, 29 Juni 2012
Jejak perjalanan
Jejak kita pernah hinggap
Di sepanjang pergantian musim bersimpang
Begitu lincah melangkah
Trotoar yang kini lengang tanpa suara
Habis terkuras masa
Pada akhirnya kita pun saling menyakiti
Tanpa berpikir pernah saling mengasihi
Lesehan toko itu pernah bersaksi
Kehidupan sebuah cerita bertunas tawa
Sekarang, mati
Kering,,,
Dihanyut hari, satu persatu hilang
Tergesa pulang tengah malam
Tiba menyebrang jalan, masih kubaca jejakmu
Dari duka terus menganga jalan derita
Perjalanan kita seolah antrian tak kunjung usai
Membelenggu rodaku tak kunjung sampai
Madura-Jogja, 12 Juni 2012 .
Nurul Ilmi El-Banna, Beralamat di Desa Banuaju Timur, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. Mulai belajar menulis sejak menjadi Pimred Mading “Bianglala” di sekolahnya MTs Taufiqurrahman. Lalu, pindah ke Pondok Pesantren Annuqayah dan mengecap manisnya ilmu di SMA 3 Annuqayah.
Karyanya pernah di muat di Majalah Teratai SMA 3 Annuqayah, Blog Madaris Tiga Annuqayah, Antologi Bersama 7 Dalam Memoribilia (2011) dan Buletin Pena Kampus Unitri Malang dan Radar Surabaya (Online). Pernah menjadi juara I dalam Lomba Menulis Cerpen dan Puisi oleh KKN UGM Yogyakarta di Banuaju Timur (2006). Suka menulis sejak kecil hingga kini dan semoga selamanya. Pernah nyasar (nyantri sebentar) di sebuah pesantren di Jawa Timur. Kini tinggal dan belajar di Yogyakarta. Dapat ditemukan di alamar chechel.bayuayu@gmail.com www.werowe.blogspot.com dan Facebook.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar