Pengangguran
Surau pagi menyapa
Lantunan ayam berkokok
Sang mentari telah terbit
Tak di hiraukan
Memejamkan retina
Berselimut dibawah tikar tebal
Sebelum benar-benar bermimpi
Belekan mata menyeka
Panorama kehijauan merenda
Dia tertawa
Singgah di pelataran teras
Bertopang tanpa usaha keras
Bergantung para pekerja keras
Hanya mondar-mandir tak jelas
Makan dan tidur pulas
Pengangguran ...
Itu profesinya
Tak ingin bekerja
Meronta-ronta dengan orang tua
Buta akan asa dan masa depannya
Tuk mengukir dunia dengan usaha
Pengangguran ...
Melamun kebingungan
Hidup tak bertuan
Mati tanpa warisan
Surau pagi menyapa
Lantunan ayam berkokok
Sang mentari telah terbit
Tak di hiraukan
Memejamkan retina
Berselimut dibawah tikar tebal
Sebelum benar-benar bermimpi
Belekan mata menyeka
Panorama kehijauan merenda
Dia tertawa
Singgah di pelataran teras
Bertopang tanpa usaha keras
Bergantung para pekerja keras
Hanya mondar-mandir tak jelas
Makan dan tidur pulas
Pengangguran ...
Itu profesinya
Tak ingin bekerja
Meronta-ronta dengan orang tua
Buta akan asa dan masa depannya
Tuk mengukir dunia dengan usaha
Pengangguran ...
Melamun kebingungan
Hidup tak bertuan
Mati tanpa warisan
Jiwa Besar
Besarnya kincir angin di Amsterdam
Runtuhnya closseum di Roma
Tak memutuskan nurani ini
Yang akan memantapkan satu pondasi
Meski piramid telah disamping spinx
Menghadap ke sang yang widi
Jari telunjuk ini takkan tergeletak
Sebelum asa yang kelam kembali lagi
Teori-teori yang berada di muka bumi
Ketajaman tinta putih merajalela merusak dini
Pondasi tetap kokoh merayap
Mengambil ultra dari kekuasaan lalim
Darwin, Aristoteles, Karlmax dan Big Bang
Telah menyatukan argumentnya
Tapi aku akan melebihi
Mengguncangkan teori-teori
Yang tersebar di dunia
Merintis kembali titisan Einstein
Mengubah dunia dengan angka
Dan menjadikan dunia
Meraih asa yang ada
Dengan jiwa besar
Di inti dan kerak penghuninya
Besarnya kincir angin di Amsterdam
Runtuhnya closseum di Roma
Tak memutuskan nurani ini
Yang akan memantapkan satu pondasi
Meski piramid telah disamping spinx
Menghadap ke sang yang widi
Jari telunjuk ini takkan tergeletak
Sebelum asa yang kelam kembali lagi
Teori-teori yang berada di muka bumi
Ketajaman tinta putih merajalela merusak dini
Pondasi tetap kokoh merayap
Mengambil ultra dari kekuasaan lalim
Darwin, Aristoteles, Karlmax dan Big Bang
Telah menyatukan argumentnya
Tapi aku akan melebihi
Mengguncangkan teori-teori
Yang tersebar di dunia
Merintis kembali titisan Einstein
Mengubah dunia dengan angka
Dan menjadikan dunia
Meraih asa yang ada
Dengan jiwa besar
Di inti dan kerak penghuninya
Cobaan Ini
Terbitnya sang mentari
Condong memutari bumi
Terbenamnya mengakhiri
Berganti sang rembulan disisi
Gemerlap percikan bintang
Temani kehidupan pelihku
Penuh ujian dan cobaan
Bertubi-tubi menyerang bahtera ini
Linangan air mata
Pedihnya luka tertancap
Sakit hati ini
Sangat sakit
Ketenangan hidup lirih terusik
Tuk meraih asa ini
Tuhan Maha Adil
Kepada semua hambaNya
Dengan cobaan ini
Tuhan Maha Tahu
Kapan bahteraku bahagia
Tanpa air mata
Tanpa kekurangan harta
Tuk selalu ibadah
Munajat padaNya
Terbitnya sang mentari
Condong memutari bumi
Terbenamnya mengakhiri
Berganti sang rembulan disisi
Gemerlap percikan bintang
Temani kehidupan pelihku
Penuh ujian dan cobaan
Bertubi-tubi menyerang bahtera ini
Linangan air mata
Pedihnya luka tertancap
Sakit hati ini
Sangat sakit
Ketenangan hidup lirih terusik
Tuk meraih asa ini
Tuhan Maha Adil
Kepada semua hambaNya
Dengan cobaan ini
Tuhan Maha Tahu
Kapan bahteraku bahagia
Tanpa air mata
Tanpa kekurangan harta
Tuk selalu ibadah
Munajat padaNya
Malam Minggu
Malam minggu yang kelabu
Tanpa cinta singgah di kalbu
Hanya imajinasi dan ilusiku
Tersenyum sendiri seperti orang dungu
Bergemirlap rasi bintang
Kumparan cahaya sang rembulan
Terangi orang-orang lalim di hotel berbintang
Tertawa diatas penindasan orang
Terkutuk jika ajal mendatang
Malam minggu ini ...
Jasadku duduk terpaku
Diatas kursi hijau
Bekas hakim cari uang saku
Menatap sekeliling langit yang petang diatasku
Berteriak tuk kedamaian bangsaku
Kepada Sang Maha Satu
Semoga malam minggu naanti
Ariku merasakan suasana damai
Di rumah bangsa ini
Mendengar bocah-bocah bernyanyi
Dibawah sang pertiwi
Malam minggu yang kelabu
Tanpa cinta singgah di kalbu
Hanya imajinasi dan ilusiku
Tersenyum sendiri seperti orang dungu
Bergemirlap rasi bintang
Kumparan cahaya sang rembulan
Terangi orang-orang lalim di hotel berbintang
Tertawa diatas penindasan orang
Terkutuk jika ajal mendatang
Malam minggu ini ...
Jasadku duduk terpaku
Diatas kursi hijau
Bekas hakim cari uang saku
Menatap sekeliling langit yang petang diatasku
Berteriak tuk kedamaian bangsaku
Kepada Sang Maha Satu
Semoga malam minggu naanti
Ariku merasakan suasana damai
Di rumah bangsa ini
Mendengar bocah-bocah bernyanyi
Dibawah sang pertiwi
Nasta'in Achmad adalah nama pena dari Achmad Nasta'in yang lahir di Tuban, 19 Juni 1993. Beralamat di Dusun Rahayu Lereng Kuning RT 04 RW 01 Gg. Kauman-Desa Rengel-Kec. Rengel-Kab. Tuban. Menyelesaikan sekolah sampai SLTA di MA MA'ARIF 7 SUNAN DRAJAT ( Alumni Pon. Pes. Sunan Drajat Paciran-Lamongan. Aktif dalam grup Cendol dan CK Writing dan Syair Adalah Nyawa dan Competer(Kumpulan Penulis Puisi Indonesia)
Karyanya antara lain: dibukukan di Antologi FF Kado Jepang, Curahan Hati Untuk Tuhan dan Antologi WR "Ekspresikan Dirimu Menjadi Penulis, Kisah Pahit Kehidupan, Puisi Islami SYS, I Am Proud To Be Scout, antologi Rahasia Sekeping Hati, SYUMITY 2011, antologi 14 Februari,Antologi Perempuanku dan naskah religi. Puisinya di Cmagz. Penulis bisa di hubungi lewat Fb/Email di kastanewi@yahoo.co.id atau Telp. 087753210529. No. Rekening: 6311-01-007714-53-6. Atas nama : Achmad Nasta’in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar