Kamis, 05 Juli 2012

Ibrah: Cerpen Islami Ayip Ahsanul Alif Alif


Hati Emas Seorang Ibu

Andai aku diciptakan sama dengan bangsa mereka, mungkin diriku akan selalu bersujud diatas hamparanku. Yang tanpa perintah dariMu, akupun akan selalu bersujud dengan rasa syukurku tiada terhingga. Hanya aku tak berdaya dengan takdirMu yang kau ciptakan sedemikian rupa hanya untuk persembahan makhluk mulia yang kau turunkan kebumi.

Beginilah hidupku, caraku dan tindakanku. Allah swt selalu menghalalkan untukku. Aku bisa bebas dan melakukan apa saja tanpa kau hukum untukku. Tetapi mengapa diriku terkadang ingin menjelma seperti mahluk pilihanMu ya Allah...dimana hidup itu selalu penuh aturan, dan tatabahasa cinta diatur sedemikian indah seperti syair-syair para pujangga. Terkadang aku iri melihatnya apalagi memiliki seorang Rosul yang begitu syiar dalam hadist-hadistnya dengan pedoman pada Alqur,an. Subhanallah...sekali lagi aku hanya diam tanpa kata dan dzikir padaMu.

            Akupun tetap tersenyum, besyukur dengan nada indah terukir dalam jiwaku, pasrah atas kehendakMu. Karena aku yakin penciptaanMu tidak sia-sia. Karena Engkau Maha Tahu dan Maha Segala Kehendak. Dan andai aku bisa mejelma sebagai putri, Engkau pasti kehendaki, karena Engkau maha dahsyat yang tiada tertandingi.

            "Terimakasih ya Allah engkau menurunkan wujudku dengan begitu sempurna, aku menjadi seorang putri diantara kehidupan manusia" gumamku dengan rasa syukur.

            Walau aku hanya sebagai teman atau sahabat tetapi aku merasa bangga, karena dia sangat bersahabat denganku. Terkadang dia memakaikan jilbab untukku, menghiasiku,memanjakanku dengan penuh kasih sayang. Dia seorang Ibu yang baik, karena selalu menganggapku bagian dari keluarga. Apalagi dia memanggilku dengan sebutan Nirmala. Membuat aku tambah bangga, karena dikehidupan keluargaku sebenarnya, tidak ada kasih sayang sesempurna ini, mungkin karena keterbatasanku sebagai makhluk tidak sempurna.

            Aku tertawa kecil dalam hatiku, ketika kulihat cermin, ternyata jilbab menambah kecantikanku yang sangat luar biasa. Wajahku sangat berbeda dari sebelumnya, rambutku yang biasa terurai panjang, dan tubuhku yang biasa terlihat seksi sudah tak ku dapatkan lag, karena seluruh tubuh auratku sudah tertutup rapih hingga melingkarinya begitu indah menurutku.

           "Terimakasih bu" kataku pada bu Yulia.

            Bu Yulia menatapku, seperti bangga terhadapku. Walau ibu Yulia seorang janda karena ditinggal mati suaminya. Tak menyurutkan membesarkan kedua anaknya hingga kedua gadis itu sudah berumah tangga.

            "Kamu cahayaku, Nirmala. Saat aku sholat tahajud, kamu menemaniku. Saat aku membaca Al-qur,an, kamu selalu mendengarkannya. Saat aku berdzikir pada Allah, kamu mengikutiku. Sungguh aku bangga Nirmala..." desah bu Yulia, berkeluh kesah padaku sambil sesekali meneteskan air mata.

            "Bu...jangan seperti itu memujiku, karena ini semata-mata karena Allah swt yang memang pantas dipuji. Kedua mataku yang bisa melihat sempurna, hidungku, mulutku, daguku dan wajahku teratur begitu sempurna dan menakjubkan. Setiap detik nafas kita berirama indah sesuai alurnya,hingga kita bisa bernafas dengan baik. Itu semua Allah swt yang mengaturnya. Jadi, alasan apalagi untuk kita tidak menyembah Allah, berdzikiri pada Allah dan bersujud pada Allah. Makanya Allah menurunkan seorang Rosul untuk umat di bumi ini, agar tatacara dan aturannya lebih sepurna dan sesuai akidah berdasarkan Hadis dan Al-qur,an" jawabku tenang dan selalu berendah diri, karena aku takut setiap tetes pujian akan menumbuh ria dihatiku.

            Entah mengapa ibu Yulia memelukku dengan erat dan sepertinya sangat sedih dan galau. Akupun hanya bisa menghibur lewat pujian pada Rosul dengan lafad-lafad Al-qur,an dengan syair Qi,roah yang menenangkan pikiran bu Yulia. Dan aku kumandangkan surah AL-'ASR yang artinya sebagai berikut:

"Demi massa"

"Sungguh,manusia dalam kerugian"

"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran". Sodakallahhulladzim.


            "Ibu menyesal, Nirmala. Saat itu, ibu tak pernah mendengarkan ajakan suamiku untuk mendidik anak-anakku dengan baik. Yang ada dipikiranku cuma materi dan perhiasan dunia. Anakku kuberikan pendidikan yang sangat eksklusif di London dan di Amerika, mereka berduapun sukses menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sungguh... cuma pendidikan umum yang aku bekali, namun sama sekali pendidikan agama nihil" sambil melanjutkan cerita kedua putrinya. Yang katanya selalu membangkang ibu Yulia.

            "Tahu apa mamah tentang sholat? Sudah nggak jaman sekarang,mah?" kilah Dina, yang kini sukses menjadi seorang pejabat.

"Mah...lagian jaman sudah modern, apa sih, gunanya beribadah? Toh mati harta tidak akan dibawa mati, makanya manfaatkan untuk bersenang-senang. Bukan mengabdi pada Allah. Yang ada rugi mah...harta kita yang melimpah cuma buat pajangan semata" Kilah Melani anak keduanya setiap kali dinasehati bu Yulia.

            "Seperti itulah kejadiannya Nirmala, mereka berdua sudah memiliki paham sendiri. Sulit untuk diberikan nasehat yang baik menurut Islam. Karena sejak kecil aku tak pernah menanamkan sholat lima waktu, mengaji dan membaca Al-qur,an. Bahkan aku memilih memberikan mainan-mainan mewah seperti play stasion, TV, komik dan memberikan hiburan sebuah TV tanpa sensor orang tua. Astaghfirullah...aku menyesal tidak pernah mendengarkan mendiang suamiku, karena almarhum suamiku seringkali mengingatkanku tetapi itu semua ku biarkan begitu saja tanpa kuhiraukan" sesal bu Yulia, seketika bercucuran air mata menyesalinya.

            Dan waktupun begitu singkatnya, kini bu Yulia sudah sepuluh tahun tidak bersama anak-anaknya lagi. Sungguh dalam hati kecil bu Yulia, sangat merindukannya. Karena anak adalah titipan, bu Yulia tidak mau melenyapkannya dalam hatinya. Walau mereka berdua sudah melukai dinding hati bu Yulia, karena mereka telah melemparnya ke panti jompo. Tetapi bu Yulia selalu berharap anak-anaknya akan datang menjemputnya.

            Dan benar saja,sungguh kejaiban itu datang, anak-anaknya datang saat bu Yulia dalam kondisi sudah tak berdaya. Dia tersenyum manis menyambut anak-anaknya dalam pembaringan ranjang bututnya yang reot,karena kehidupan bu Yulia sangat memprihatinkan.

"Mah...maafkan Dina mah, sejak Dina mengirim mamah ke panti jompo ini. Dina mengalami musibah mah, Dina terseret kasus korupsi satu koma dua trilyun. Hingga aku terseret dalam penjara mah...maafkan Dina, mah?" kata Dina menghampiri penuh sesal.

"Mah...Melanipun sama meminta maaf, sejak meninggalkan mamah di panti jompo. Perusahaanku bangkrut, ditipu ratusan milyard mah?" timpal Melani sama menyesalinya seperti Dina.

       Bu Yulia tersenyum, menyambut anaknya begitu bahagia. Walau kedua anaknya mendapatkan masalah yang besar, tak segorespun melayangkan tinta hitam pada kedua anaknya. Malah merangkul bangga sambil berbisik.

"Tersenyumlah anak-anakku. Kamu tak boleh sedih dihadapan mamah. Yang penting kamu sudah menyesal dan tahu kesalahan kamu. Mari kita sambut kebaikan ini, dengan mewujudkan sholat lima waktu dan kembali pada jalan Allah swt, itu..a..akan membahagiakan ma..mah" bisik bu Yulia dengan terbata-bata.



            "Oh ya kenalkan ini Nirmalaku yang selalu menemaniku kala ibu dalam duka dan suka" kilah bu Yulia memperkenalkan pada anak-anaknya.

"Meong...meong..." suara kucing itu seperti menyambut bahagia menciumi pipi bu Yulia. Namun tak lama kemudian bu Yulia menghembuskan nafas terakhirnya dengan senyuman terindahnya. Innalilalhiwainnailaihi rojiuuun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Template Design By:
SkinCorner